Selasa, 20 September 2011

Revolusi Hijau Untuk Kesejahteraan Petani (???)

sumber foto dari pencarian google

Jumalah penduduk dunia yang terus meningkat telah mendorong negara-negara di dunia untuk terus meningkatkan produksi pangan. Negara-negara agraris menjadi sasaran ide dari peningkatan produksi pangan melalui peningkatan hasil pertanian dengan menggunakan teknologi pertanian. Para petani yang dulunya bekerja untuk memenuhi kebutuhan pangannya sekarang dipaksa untuk memenuhi pangan dari seluruh penduduk dunia tanpa disadari. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat ini dilakukanlah revolusi terhadap system pertanian. Indonesia yang merupakan negara agraris juga menjadi salah satu negara yang melakukan revolusi terhadap pertaniannya dengan mengarahkan pertanian tradisional ke modernisasi (industri) pertanian. Dulu para petani kita menggunakan bibit-bibit lokal dan juga menggunakan pupuk kandang untuk menyuburkan pertaniannya, namun sekarang penggunaan pupuk kimia dan bibit varietas (unggul) menjadi semacam trend dalam dunia pertanian bangsa ini. Hal ini membuat kearifan lokal para petani hilang.
Revolusi ini dikenal dengan nama Revolusi Hijau yang salah satu cirinya adalah penggunaan bibit unggul dan pupuk kimia yang semuanya diproduksi oleh pabrik sehingga dengan luas lahan tertentu bisa menghasilkan hasil yang berlipat-lipat.  Green Revolution ini pertama kali muncul di Mexico pada tahun 1943 disponsori oleh Rockefeller Foundation dan Ford Foundation, keduanya yayasan yang berasal dari Amerika Serikat. Pada intinya Revolusi Hijau – yang mengandalkan teknologi benih, pupuk dan pestisida – berusaha melipatgandakan hasil pertanian sehingga tersedia cukup makanan baik bagi negara yang bersangkutan maupun bagi negara lain di seluruh dunia.
>
Revolusi terhadap sistem pertanian inilah yang dikenal dengan istilah revolusi hijau. Revolusi Hijau menggunakan bibit unggul yang diproduksi oleh pabrik dimana bibit-bibit unggul ini biasanya juga sudah diciptakan dengan beberapa penyesuaian yang harus dilakukan pada proses penanamannya seperti penggunaan pupuk tertentu. Dengan demikian penggunaan pupuk kimia pun menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menghasilkan hasil yang maksimal. Hama-hama tanaman dibasmi dengan pestisida. Dengan bibit unggul yang digunakan maka hasil yang diperoleh berlipat karena didukung dengan penggunaan pupuk kimia yang memang sudah diperuntukkan untuk memaksimalkan hasilnya sehingga dengan lahan yang terbatas bisa menghasilkan produksi yang berlipat.
Indonesia sebagai negara yang penduduknya sebagian besar adalah petani mengikuti Revolusi Hijau ini. Program-program peningkatan produksi pertanian pun dilakukan mulai dari program subsidi terhadap pupuk, kredit pertanian, penetapan harga dasar gabah, diberdirikannya Bulog, pembangunan irigasi dari pinjaman luar negeri, penanaman bibit yang seragam, hingga penyuluhan. Revolusi hijau ini telah menjadi icon pembangunan pertanian di Indonesia sebagai negara berkembang yang dikenal dengan pertumbuhan pertanian yang rendah dan kesejahteraan petani yang minim. Revolusi Hijau ala Indonesia dikenal dengan istilah Bimas (Bimbingan Massal) dan Inmas (Intensivikasi Massal). Harus diakui bahwa memang melalui revolusi hijau ini telah mengubah wajah pertanian Indonesia dari pengimport beras hingga pernah menjadi swasembada pangan pada tahun 1984 dan 1994/1995. Dan bukan hanya itu pertanian tradisional telah berhasil digeser menjadi pertanian yang modern. Tetapi....................... bersambung


Bersambung ke artikel :
Tinjauan Kritis : Revolusi Hijau Untuk Kesejahteraan Petani (???)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar